gazeboemylia.blogspot.com
Hujan yang turun di langit tak bermentari, menambah dingin udara yang menusuk rusuk. Dalam kesendirianku terpaku menatap rintik hujan yang turun.
Katakanlah hujan “bahwa Tuhan tak pernah membiarkanku sendiri” aku ingin mendengar itu bersama derasmu tapi hanya suara derai air yang jatuh di atas langit.
 34 hari terlewat sudah aku bersedih, sedih karena malaikat dari Tuhan Ia ambil kembali. 34 hari sudah mama pergi meninggalkanku. Meninggalkan puterinya di dunia ini sendiri.
“Mama. Seandainya hujan ini adalah air mataku, aku akan biarkan hujan tak akan pernah turun untuk menangisi perpisahan denganmu”
“Seandainya bintang itu adalah dirimu yang jauh disana, tak akan aku biarkan ia bersinar di atas langit, namun cukup bersinar saja di samping hatiku”
“Seandainya Angin yang berhembus adalah belaian kasihmu, tak akan kurelakan angin berlalu begitu saja”
Tapi mungkin Tuhan tak mengizinkan bumi-Nya kering karena hujan yang tak kunjung turun.
Dan tuhan juga tak akan membiarkan manusia-Nya gelap dalam malam tanpa bintang-Nya.
Dan angin sendiri tak kuasa membantah perintah Penciptanya untuk terus berhembus.
Lalu apa yang harus aku lakukan mama?
Apakah Tuhan memberi rencana yang indah dibalik perpisahan ini? 34 hari mama pergi. 34 hari hujan selalu turun dalam hatiku. 34 hari pula aku sudah harus hidup tanpamu.
“Mama bisakah walau tanpa melihatmu kau tetap melihatku?”
“Mama bisakah tanpa pelukmu, kau bisa memelukku dalam mimpi?”
“Mama bisakah tanpa senyumku, doa yang selalu ku kirim menjadi senyummu?”
“Mama aku masih mencintaimu, tak peduli 34 hari sudah atau bahkan 34 abad telah berlalu. Cinta dan doa ini tak akan putus untukmu. Tak akan lapuk meski mentari bersinar bagai di atas kepala, tak akan luntur walaupun hujan telah menjadikan danau dan tak akan musnah sampai jasadku tersenyum menyusul ke tempatmu”.



~Ay
0 Responses

Posting Komentar